Wednesday 29 March 2017

Terima Kasih Kalian, Barisan Para Mantan

Lo pasti baca judul itu sambil nyanyi.
LOL.
Yep, gue memutuskan untuk menyisihkan sedikit waktu dan mengenang deretan mantan yang sudah menghiasi hidup gue selama ini, baik yang benar-benar mantan maupun yang 'mantan'.

My Puppy Love (1997)
Kelas empat SD. We barely 9 or 10 back then. Pacarannya masih pacaran lucu, nggak pernah sapa-sapaan kalo di kelas, tapi selalu telpon-telponan di rumah. Sampe gue kehilangan minat lalu berhenti merespon. Yeah, I'm that cold blood bitch.

One Night Stand (2000)
Istilah ini gue pake cuma untuk menggambarkan durasi hubungan gue dan mantan yang satu ini. Doi nembak waktu istirahat, waktu pulang gue udah minta putus. Gembel emang gue.

First Love? (2000-2001)
Pertama kalinya gue ngerasa sayang sama cowok, mungkin sama cowok kelas sebelah inilah. Dulu masih jaman surat-suratan, pulang pergi sekolah pake sepeda barengan. Enggak, kagak boncengan, gue naek sepeda sendiri, dia juga naek sepeda sendiri. Our relationship last almost a year, dan setelah kami naik ke kelas dua es em pe, kami mulai merenggang, padahal kelas masih tetep sebelah-sebelahan juga. Dan akhirnya, kami memutuskan untuk putus. Or, lebih tepatnya, gue memutuskan untuk menyudahi hubungan yang udah antara ada dan tiada ini, lalu dia mengiyakan.

Hey, Bandmate. (2001-2005)
Pertama kali gue menjejakkan kaki di panggung sebagai seorang vokalis band, gue bergabung sama band ini, yang menurut gue manusia-manusianya masih bagian terbaik dalam hidup gue bahkan sampe sekarang. Si mantan adalah gitaris. Awalnya, gue nggak kenal dia sama sekali meskipun kelas kami bersebelahan dan dia sekelas sama mantan gue yang di atas situ. Setelah perkenalan yang gue lupa gimana, si mantan mulai mendekati gue. Dan dimulailah perjalanan cinta pertama gue yang super drama, yang endingnya berakhir jauh dari happy. :)

Awalnya gue tertarik, and I said yes, but somehow, entah kenapa ada sesuatu yang bikin gue nggak nyaman. Ditambah nyokap pernah jemput gue di rumah sahabat gue dan memergoki gue lagi ngumpul bareng dia dan temen-temen (wait, dibilang memergoki juga rada nggak pas sebenernya orang kita cuma kongkow-kongkow kagak ngapa-ngapain) lalu menegur gue cukup keras, melarang gue pacaran. Hence, gue minta putus setelah hubungan yang cukup singkat (kayanya dua minggu gitu). Gembelnya, mantannya sang mantan, yang gosipnya diputusin karena mantan mau ngedeketin gue, kemudian berkoalisi dengan secret admirer mantan yang lain dan kakak kelas--yang gue nggak paham ade ape soalnya nggak ada urusannya sama sekali sama kisah cinta gue--untuk ngelabrak gue. Tapi pada saat itu gue dengan polosnya nggak ngerasa dilabrak sih, setelah gue masuk SMA baru gue sadar. Telatnya pake banget.

After putus, gue dan dia ya punya pacar lagi. Dia pacaran lagi, gue juga pacaran lagi. But then beredar desas desus that he wasn't really over me. Bahkan pacarnya saat itu kemudian mendatangi gue dan bilang kalo dia sebenernya tau kalo dia cuma pelarian si mantan dari gue. Karena kami masih satu band, otomatis kami masih berkomunikasi, dari yang awalnya awkward, mulai mencair, sampai kembali ke level teman, dan bablas ke lebih dari teman sekali lagi. Itu semua terjadi bukan dalam rentang waktu yang singkat, setelah putus di 2002 awal, kami baru mulai dekat lagi di awal-awal 2003. Paralel sama di saat gue diambang putus sama Sang Ketua. Aih. Pas perpisahan es em pe, si mantan ngasih gue kaset ADA BAND. Yoms. Dan nembak gue. Jawaban gue akan mempengaruhi pilihan es em a dia. Kalo gue nolak, dia akan lanjut sekolah ke luar kota, kalo gue terima, dia tetap akan di sini. Gue galau plus bimbang, gue nggak yakin gue mau pacaran lagi sama dia, tapi gue juga takut kehilangan dia. Akhirnya gue bilang gue nggak bisa. Gue menolak. Tapi terus dia masih ngelanjutin ke SMA yang sama kaya gw. LOL.

Di awal-awal masuk SMA tahun inilah, gue akhirnya luluh dan menyatakan, oke, I'll be your girlfriend. Itu terjadi di awal tahun 2003, dan kami mengakhiri hubungan dengan tidak baik-baik di tahun 2005. He tried to maintain contact, tapi gue yang batu dan terlanjur sakit hati tetap menghindari semua kontak dari dia. Temen-temen band gue sampe ikutan nggak enak gara-gara kami. Kasus ini berakhir ketika suatu pagi di tahun 2012 gue dapet sms dari salah satu temen SMA gue yang nanyain bener nggak si mantan meninggal. I thought it was a prank, so I didn't take it seriously. Tapi ketika gue mencoba mengkonfirmasi ke gitaris gue yang satu lagi, turned out the news was true.

My heart breaks into pieces that day. Dan hari itu juga, si mantan mengajarkan pada gue, bahwa ketika kita memutuskan untuk mengakhiri suatu hubungan, akhiri dengan cara yang sebaik-baiknya bagi kedua belah pihak. Agar nggak ada penyesalan yang timbul belakangan.

Me vs My Bestfriend (2002)
Nggak lama setelah gue putus sama si Gitaris, gue ditembak lewat surat (lagi) sama cowok yang satu ini. Lucunya, ni cowok adalah temen sekelas gue waktu SD. Long story short, setelah jadian sebentar, gue diputusin sama dia dengan alasan mau fokus belajar dulu. OMG. Wkwkwkwk. So classic. Things got rather complicated ketika gue tau nggak lama setelah itu dia PDKT sama sahabat gue sendiri. Parahnya, gue tega musuhin sahabat gue gara-gara ini. Beuh. Betapa tidak dewasanya gue saat itu. She was--and still--my bestest of best friend, dan sekali-kalinya kita berantem adalah gara-gara cowok yang satu ini.

Well, at least mantan gue yang inilah yang mengajarkan ke gue satu hal: there will never be boys over besties anymore.

Btw, sebagai cowok yang ganteng, mantan gue yang satu ini punya banyak secret admirer. Salah satunya bahkan terang-terangan 'memusuhi' gue karena gue dianggap ngerebut si mantan. Hah? Pegimane? Hellow, dia yang nembak gue getoh. (kibas rambut busungin tete dorong pantat) Bahkan sahabat si secret admirer pernah meneror gue sok sok telpon gelap dan ngata-ngatain kalo gue adalah simpenan guru (hey, not my fault if I have brain and beauty all in one package), tapi terus nggak ada 10 menit dia nelpon lagi untuk mengakui identitasnya dan bilang kalo dia disuruh sama mantannya mantan gue yang lain. Bingung? Ya gitulah. wkwkwkwk.

The Head of Student Council (2003)
Sang Ketua adalah temen sekelas gue waktu kelas satu dan kelas tiga es em pe. Kami mulai dijodoh-jodohin dari kelas satu, tapi di kelas tiga lah kami baru menjalin hubungan, akhirnya, setelah dia mengalahkan gue dalam seleksi terakhir Ketua OSIS. Sang Ketua ini tipe yang berbeda dari semua cowok lain yang pernah gue pacari. Sementara deretan mantan gue yang lain terdiri dari bad boy, Sang Ketua adalah anak rohis, siswa yang lurus, pinter dan rambutnya selalu disisir rapi belah pinggir, sangat berbeda sama Wakil Ketua OSISnya yang serampangan (gue).

Mungkin itu juga yang membuat hubungan kami nggak bertahan lama, karena nggak ada roller coasternya, terlalu tenang seperti air danau. Apalagi saat itu gue mulai kembali dekat dengan si Mantan. Akhirnya kami putus, dan Sang Ketua bikinin gue lagu yang dia nyanyiin untuk ujian seni musik, yang isinya mempertanyakan kenapa gue memperlakukan dia dengan tidak adil. Remember, I'm a cold blood bitch.

Yang menyenangkan dari Sang Ketua adalah, dia bisa bersikap sangat baik dalam menyikapi putusnya kami (terlepas dari lagunya itu), itu yang membuat gue fine-fine aja saat bersaing (dan kalah lagi) untuk memperebutkan posisi ketua MPK di SMA. Iya, kami masuk SMA yang sama lagi. Wkwkwk.

A Midsummer Night's Dream (2005)
Beberapa bulan setelah melepaskan diri dari Sang Gitaris, gue menemukan cowok anak baru pindahan dari Bandung di kelas gue. Maksudnya, ya udah lama sih, tapi baru deket gitu. Kami asyik ngobrol, dari yang awalnya cuma di kelas, lanjut ke telpon, dan lanjut lagi ke smsan (udah jaman HP, Gan). Entah gimana, obrolan di telpon kami berujung pengakuan kalo dia pernah suka sama gue. Oke fine, lalu? Dan masih suka sama gue. Gue terdiam.

Lalu kami jadian, but I didn't brag about it. Temen-temennya tau, temen-temen gue tau, tapi berita ini tidak tersebar luas kaya hubungan-hubungan gue yang lainnya. We keep it cool. But then, gue ngerasa nggak nyaman. Gue ngerasa dia terlalu memuja gue. Saat itu, gue nggak tau gimana caranya untuk menyampaikan ketidaknyamanan gue atas sikapnya ini. Bitch would be Bitch, saat-saat seperti itu, datenglah adek kelas yang agak sulit digapai.

Gue yang bego dan ngerasa butuh tantangan kemudian melepaskan si mantan untuk mengejar si Adek Kelas. Itu terjadi setelah kami karya wisata menuju kenaikan kelas tiga. Si mantan patah hati dan menolak berkomunikasi sama gue sampai akhirnya circa 2009 dia ngeadd gue lagi di FB.

My Cute Junior (2005)
Anak ini adalah kesalahan terbesar yang pernah gue buat sepanjang sejarah love & stupidity gue.
He's another Bad Boy. Kami dekat gara-gara satu tim di tim cheers, dia di tim break dancers, dan gue di tim cheerleaders. Dia bukan partner dance gue, gue punya partner dance lain, adek kelas juga, lucu juga, dan emang gue jadiin bahan cengan, but gue sama dia justru lebih dekat sampai pada tahap di mana gue dan dia tukeran HP (tukeran HP ya, masih jaman waktu itu). Gue inget HPnya Nokia NGAGE warna...
...
...kayanya sih abu-abu.
Udah lupa ternyata gue. Wkwkwkwk.

Gue bahkan punya petname buat dia.
Minikid.
...Au amat ah, Ay.

Si Adek Kelas menangkap sinyal kegalauan gue ketika gue lagi ngerasa gerah sama si Cowok Pindahan, dan sialnya dia bales ngirim balik sinyal yang sama. Yang gue nggak tau, dia ngirim sinyal itu juga ke cewek lain. Setelah melambungkan harapan gue tinggi-tinggi, dia kemudian pergi ninggalin gue dan jadian sama cewek lain itu.

Astaga... Sakitnya tuh di sini~ (langsung nyanyi)
 Btw, alhamdulillah mereka udah nikah beberapa taun yang lalu.

Gw akan mengingat 'mantan' ini, sebagai orang yang mengajarkan pada gue, suatu hubungan yang dimulai tidak dengan kebaikan tidak pula akan membawa kebaikan.

(Not) My Prince Charming (2006, 2013-2014)
Namanya orang nggak jodoh, mau lo balik berapa kali juga pasti nggak akan ketemu. Itu yang terjadi sama gue dan cowok ini, sebut saja Si Senpai. Selepas SMP, band gue bubar karena para anggotanya berpencar ke sekolah yang berbeda. Sahabat gue yang juga merangkap keyboardis malah lanjut ke Bandung. Gue direkrut lagi oleh band baru, band yang isinya anak-anak yang jago pada bidangnya, dan merupakan sekumpulan anak-anak pintar yang selalu ranking sepuluh besar di kelas masing-masing semasa SMA, kecuali gue dan drummer gue. wkwkwk. Si Senpai ini adalah kakaknya gitaris gue di band tersebut.

Awal 2006, gue naksir banget sama si Senpai. Satu band tau itu. Perasaan ini makin subur karena gue bolak balik kudu latihan band di rumah gitaris gue, dan seringnya si Senpai yang lagi libur kuliah ada di rumah. Si Senpai pula yang ngenalin gue sama dunia jejepangan. Gitaris gue berkali-kali berusaha ngegetok gue pake gitar supaya gue sadar, si Senpai udah punya cewek. Ya saat itu gue pikir gue naksir tapi ya udah, kalo dia putus sama pacarnya ya gue maju, kalo nggak ya nothing to lose.

Terus gue doain supaya dia putus sama pacarnya.
Wkwkwkwkwk. Beneran.
Abis si senpai ini lucu, dan gayanya jepang banget. Tapi, saat itu perasaan gue sama dia lulus bersamaan dengan lulusnya gue dari SMA.

Loncat ke tahun 2013. Semasa kuliah, kalo pulang ke rumah pasti gue nyempetin buat nengokin keluarga gitaris gue yang emang udah kaya keluarga sendiri. Turned out si Senpai sekarang menetap di sana dan bekerja ngurusin studio band bokapnya, tapi saat itu gue punya cowok dan si Senpai punya cewek. Nggak ada perasaan apapun di gw. Biasa aja. Tapi, nasib berkata lain. Gue pulang ke rumah dalam kondisi patah hati di akhir tahun 2013. Saat itulah gue bertemu lagi dengan si Senpai, dan dia yang sedikit demi sedikit membantu gue bangkit lagi. Ternyata Si Senpai juga udah lama putus sama ceweknya, dan dia mulai menunjukkan tanda-tanda kalo dia tertarik sama gue.

Seandainya itu terjadi di tahun 2006, kami pasti udah jadian. Tapi gue di akhir tahun 2013 adalah gue yang masih trauma sama kegagalan hubungan gue yang terakhir, dan ketika dia maju, tanpa sadar gue mundur dan sembunyi. Kami 'kucing-kucingan' sampai akhir tahun 2014, ketika di pernikahan sahabat gue, gue ketemu lagi dengan dia yang udah bawa cewek, meskipun masih dipanggilnya teman. Saat itu, ada penyesalan di hati gue, tapi gue yakin, kalo dia bukan orangnya, karena kalau memang dia orangnya, saat dia datang lagi waktu itu, gue pasti nggak akan punya keraguan.

Si Senpai dan Kakak Cantik akan menikah tanggal 22 April besok.
Omedetou Mas! :D

Number One Fan (2006-2007)
Pertama kali gue pacaran lagi setelah lulus SMA, adalah sama cowok ini. Kami cuma berkenalan tiga minggu, teman sekelas di kampus, dan di malam inisiasi, ketika kami sama-sama diceburin di kolam renang sama senior-senior, dia nembak gue, dan gue terima. Hubungan kami adalah hubungan yang 'pacar enggak teman bukan', karena kami tetap saling panggil dengan 'gue-lo' dan menjalani hubungan layaknya teman biasa, kecuali kami pergi berdua ke mana-mana. Ya gimane, sekelas sih.

Setelah hampir setahun, gue mengalami titik jenuh dan akhirnya hubungan ini berakhir. Sempet ada insiden yang bikin gue nggak mau ngomong sama dia pasca putus, tapi entah sejak kapan kami kembali berteman baik dan dia selalu support gue dan karya-karya gue.

He's the prove that woman and man can be friends.

Delicious Flirty Fruity (2007, 2014)
Ada suatu masa di mana gue nyaris berebut cowok lagi sama temen sekelas gue sendiri, tanpa gue ketahui. Ya, pria ini, dulunya adalah pria flamboyan yang suka PHPin cewek-cewek. Di saat gue berbunga-bunga karena gue ditelpon empat jam sama si Buah ini, ternyata ada temen gue yang juga dia telpon sampe pagi. Semua temen gue yang lain tahu, termasuk mantan gue, kecuali gue.

Nggak ada yang ngasih tau gue, karena temen gue yang ngerasa inferior dari gue meminta mereka untuk merahasiakannya, toh dia juga nggak akan jadi sama si cowok.

Plot twist.
Si cowok memilih dia! Saat itulah temen gue menelpon untuk ngasih tau kalo mereka jadian. Gue nangis tiga hari gara-gara ini. Gara-gara shock dan ngerasa bego karena gue satu-satunya yang nggak sadar kalo selama ini bukan cuma gue yang dipedekatein sama si cowok.

Nope, gue nggak marah sama temen gue. Sejak itu dia nggak enak sama gue dan berusaha menghindari gue, sampai akhirnya gue bilang ke dia kalo gue udah berjanji sama diri gue nggak akan pernah lagi ngorbanin temen demi cowok, dan seandainya gue tau kalo dia juga suka, gue akan mundur lebih cepat. Terdengar bullshit? Tapi bener itulah yang gue rasain. Cukup sekali aja persahabatan gue dirusak sama cowok (refer to Me vs My Bestfriend, 2002).

Fast forward ke 2014, di mana gue dan Buah bertemu lagi. Kami mulai dekat lagi meskipun nggak seintense dulu, ada keinginan untuk memulai hubungan baru dengan dia, dan gue mencoba untuk maju, tapi lagi-lagi, seperti yang terjadi pada si Senpai, saat itu gue yang masih patah hati belum siap, hingga akhirnya gue mundur. Belakangan, yang gue denger memang sebenernya si Buah berniat mendekati gue saat itu, tapi karena guenya belum move on dari mantan, dia memutuskan untuk nggak meneruskannya.

My Lesson (2008-2013)
Mantan yang ini adalah mantan yang pernah sampe pengen gue bunuh, saking dikuasainya gue sama benci dan emosi, karena gue muak sama victim play-nya. Singkat cerita, gue bertemu dia di 2008, dan hubungan kami kandas di 2013 secara tidak baik-baik. Gue nggak bilang gue bersih, gue salah dan ikut andil dalam berakhirnya hubungan ini, but at least gue nggak pasang topeng polos seperti yang dia lakukan.

Eh kok kalo nginget-nginget tetep aja masih emosi. Wkwkwk.

Gue saat itu berasa terlempar ke jurang yang paling dalam. Berbulan-bulan gue nangis, sebulan pertama pasca berakhirnya hubungan, suicidal thoughts kept appearing in my mind. Kalo waktu itu temen-temen gue nggak brengsek dan jahat mulutnya, nggak tau deh jadi apa gue sekarang. Melepaskan mantan yang ini sangat berat, karena selain waktu yang gue lalui bersama dia sudah cukup banyak, kami juga pernah punya rencana untuk membangun kehidupan yang bahagia di masa depan.

Bangsatnya, saat gue tengah menata hati gue yang hancur berantakan, dia nongol lagi di depan gue dengan segala basa basi apa kabarnya, bahkan setelah gue minta dengan baik-baik untuk tidak usah lagi menghubungi gue. Dan begonya gue, ada saat-saat di mana gue pengen mengiyakan untuk kembali menjalin hubungan dengan dia. Untunglah gue bisa mengambil sikap dan berkata TIDAK dengan tegas.

Sekarang sih kalo inget udah bisa ketawa, tapi saat itu melalui setengah tahun berusaha move on dari mantan yang ini adalah hal paling berat yang pernah gue lakukan.

Tapi mantan inilah yang paling berjasa dalam hidup gue, karena dia mengajarkan gue paling banyak hal. Dia mengajarkan sama gue, kalo hal yang saat ini kita tangisi, mungkin suatu hari hanya akan jadi bagian dari memori yang mungkin akan terlupakan. Dia membuktikan pada gue, sekeras apapun kita mempertahankan suatu hubungan, kalo emang nggak jodoh, it will never work they way we want it to. Dia juga yang ngasih tau gue bahwa kebahagiaan yang hakiki berasal dari diri sendiri, bukan orang lain yang pegang kendali.

Berakhirnya hubungan gue ini membuat gue belajar bagaimana memaafkan diri gue sendiri, berdamai dengan diri gue sendiri yang gue sadari sudah banyak berbuat hal-hal bodoh yang berdampak nggak baik untuk kondisi psikis dan mental gue, dan berkat dia, gue jadi tau kalo di dunia ini nggak ada yang cukup berat untuk kita tinggalkan asalkan kita memang punya cukup niat untuk melakukannya. Intinya, setelah gue bisa berada di luar kotak, gue bisa melihat banyak sekali hal positif yang gue dapatkan dari kepergian dia. Meskipun gue bahagia dalam hubungan gue sama dia, nggak bisa dipungkiri saat-saat bersama dia juga merupakan saat-saat paling kelam dalam hidup gue. Gue emotionally unstable dan ada waktu di mana  gue bener-bener ngerasa gue berada dalam posisi terjauh dari Allah SWT semenjak gue lahir.

Thanks, your lesson will be remembered, but I will remember you no more.

~

Setelah kegagalan yang cukup serius dengan Sang Pemberi Pelajaran, gue melewati lebih dari tiga tahun untuk 'mencari' orang yang tepat. Kriteria gue nggak macem-macem:
1. Gue nyaman sama dia
2. Dia bisa mengimami gue dunia akhirat

Gue sempet deket sama beberapa orang cowok, tapi baru sebatas penjajagan, gue gagal merasa 'nyaman' sama mereka dan memutuskan untuk memperjelas posisi mereka di mata gue. Ada yang menerima dan menghargai itu, ada yang menerima tapi masih mencoba with utmost respect, ada yang tetap usaha dengan resiko hubungan gue dan dia jadi renggang karena guenya menjaga jarak, ada pula yang tambeng dan tetep ngotot bertanya sampe akhirnya gue harus memukulnya mundur dengan berkata-kata kasar. Ada yang bilang trauma gue akan kegagalan bersama Sang Pemberi Pelajaran ikut andil, meskipun gue saat itu merasa sudah baik-baik saja, but unconsciously gue masih terbayang-bayang masa kelam bersama dia yang membuat gue takut untuk memulai lagi, katanya.

Setelah beberapa waktu, gue pun mulai kehilangan minat untuk mencari. Apalagi setelah gue berhasil menemukan kalo ternyata hidup gue bahagia-bahagia aja dan problem free tanpa keberadaan status 'in a relationship'. Sampai akhirnya kerjaan mempertemukan gue dengan orang ini.

~

The Bassist (2016)
Di antara cowok-cowok lain yang pernah deket sama gue, cowok ini paling kontroversial. Statusnya udah duda dengan dua anak, yang salah satunya hampir seumuran gue. Plus, gue dan dia berasal dari strata yang berbeda, secara dia adalah seniman yang sering wara-wiri di layar kaca. Berawal dari iseng, asal cablak dan admiration, gue jadi naksir sama orang ini karena orangnya carefree banget.

Salah seorang temen gue bilang, gue cuma euphoria, gue nggak naksir, gue cuma tertarik karena excitement yang baru gue temukan lagi aja. Tapi gue berkeras gue naksir. Nggak usah ditanya, proses pdkt gue mendapatkan tentangan keras dari kedua orang tua gue.

Kalo dibilang cinta itu buta, gue bilang sih enggak ya. Karena buktinya meskipun gue merasa "cinta", gue masih tetap bisa melihat kejanggalan-kejanggalan yang ada dalam proses pdkt gue sama dia ini. Gue lebih setuju kalo cinta itu bikin orang jadi bego. Soalnya itu yang terjadi sama gue, gue mengabaikan semua kejanggalan itu dan mendoktrin diri gue sendiri kalo ya, dia serius kok sama gue.

Cowok ini memang agak membingungkan. Dia hampir nggak pernah memulai pembicaraan duluan. Dia juga subtly hinting kalo dia nggak mau kami berdua ada ikatan dan bilang "Jalanin aja dulu.".  Tapi ketika gue mencoba untuk mundur dan berhenti mendekat, dia nyariin gue. Padahal posisi gue saat itu mendekati dia dengan niat kalo bisa nggak sampe pacaran doang. Gue yang delusional menganggap kami udah pacaran, karena beberapa kali dia ngomong 'sayang' dan ngirimin chat-chat yang menurut gue itu mah udah nggak temenan lagi kaleeee.

Of course, akhirnya mata gue dibukakan, setelah beberapa saat terganjal perasaan nggak nyaman, gue bener-bener disadarkan kalo orang ini bukan pria yang tepat buat gue. Rasanya kaya diguyur air dingin, terakhir kali gue pulang habis ketemu dia, gue gemetaran, ketakutan, dan gue tau gue harus meninggalkan orang ini. Dan itu gue lakukan. Anehnya, saat gue melakukannya, gue berpikir "Kok rasanya begini doang ya?" padahal awal-awal gue diminta untuk tidak melanjutkan proses PDKT sama nyokap dan bokap, gue sempet nangis.

Mungkin bener kata-kata temen gue, kalo gue ini euphoria, bukan jatuh cinta.
Entahlah.

Yang jelas, doi mengajarkan pada gue tentang satu hal: umur tidak selalu berbanding lurus dengan kedewasaan.

~

Ngeliat list di atas, gue baru sadar kalo ternyata gue cukup sering naksir sama orang.
Wkwkwk.
Ya sudahlah, namanya juga masa muda.

Dan akhirnya, setelah melewati perjalanan panjang dan berliku, gue tiba pada akhir pencarian gue. Sebentar lagi, pencarian itu akan berakhir.

Bismillah.

No comments:

Post a Comment