Tuesday 28 March 2017

RIP: Dream

I once proudly announced that I'm a dreamer.
But at the same time I'm also a realist.

Entah dari jaman kapan dari, gue punya mimpi untuk ngadain konser. My own songs, my own choreography, my own dance squad, my own fans, my own concept. Mimpi yang tertuang dalam banyak karya-karya gue di fanfic maupun naskah. Dulu gue pernah berjanji sama diri gue sendiri, suatu saat mimpi itu akan jadi kenyataan.

Tapi sekarang, sebagai orang yang realistis, gue memutuskan untuk tetap menjadikan itu mimpi saja.
Ya, mimpi.

Sebentar lagi gue akan memulai hidup gue yang baru. Dan di sana, gue bukan lagi burung yang bisa terbang bebas mengembangkan sayap. Gue akan berubah menjadi seseorang yang baru. Seseorang yang akan taat pada apa yang sudah digariskan oleh ajaran agama gue.

Dan gue akan mengucapkan selamat tinggal pada mimpi-mimpi gue.
Gue akan membiarkan mereka tetap menjadi mimpi.

Ngadain solo concert?
Mimpi.
Nyanyi di depan ribuan penggemar?
Mimpi.
Asia tour?
Mimpi.
Nyanyi di depan keluarga gue, untuk menunjukkan kalau gue punya dunia yang gue cintai?
Mimpi.
Suara tepuk tangan dan sorak sorai penonton, kalau saatnya sudah tiba, cuma akan jadi memori.
Gue akan berhenti mengejar warna warni dan gemerlap panggung.

Gue masih inget, pertama kali gue naik panggung itu umur 6 tahun. Ngapain ya gue? Deklamasi kalo nggak salah. Gue pake baju putih dan topi merah, terus pake sepatu warna merah. Enam tahun, dan gue udah naik ke atas panggung. Sejak saat itu, gue melewatkan dua puluh tiga tahun naik turun panggung. Baik yang beneran panggung, maupun "panggung".

Banyak yang bilang apa yang gue lakukan ini buang-buang duit, nggak berguna, nggak ada manfaatnya. Little did they know, panggung adalah penyelamat gue saat menghadapi masa-masa terberat yang pernah gue lewati. Panggung, dan mereka yang berada di sekitar gue saat itu, adalah alasan kenapa gue bisa jadi seperti sekarang ini.

Sebenernya gue udah berniat untuk menghadiahi panggung terakhir buat diri gue sendiri. Panggung yang istimewa. Panggung yang akan gue jadikan momen terakhir untuk terbang bebas dengan sayap gue sendiri, yang akan merefleksikan apa yang sudah gue lakukan selama ini untuk mempelajari lebih dalam soal dunia yang sangat gue cintai ini. Panggung di mana gue akan memperlihatkan ke semua orang, kalo selama ini mimpi yang kalian anggap nggak ada gunanya itu telah membentuk gue menjadi seperti apa.

Tapi sepertinya kenyataan berkata lain, dan itu adalah sesuatu yang harus gue hadapi. Dalam hidup ini, kita nggak bisa ngedapetin semuanya.

Do I regret living on stage?

No. Absolutely not.

Gue bersyukur gue bisa mengecap dunia panggung meskipun cuma sementara.

Gue mencintai semua yang gue lakukan di atasnya.
Singing. Dancing. Acting.
I love all of them.

Dan gue mencintai semua proses pembelajaran yang gue alami untuk setiap panggung yang gue lakukan.

So, thank you, everyone.
Thank you for always supporting me through your words and applauses, through your critics and praises. Thank you for every wonderful memory we've created.
After this, I'll no longer have wings.
And this wonderland of mine will be no more.
But I'll always keep them in my heart.

The curtain's down.
It's time to go.

Rest in peace, dreams.

Thank you for being a part of me.

No comments:

Post a Comment