Monday, 14 May 2018

Mereka Bukan Muslim, Teroris Tidak Beragama!

Seruan ini muncul lagi, lagi, dan lagi di TL Facebook gue semenjak kasus bom Surabaya merebak.

Dan gue cuma menghela napas.
Menghela napas, sambil liat-liat keadaan. Karena ya gue nggak memungkiri, gue pengen ngebantah, tapi gue 'takut' dibilang menjelek-jelekkan agama gue sendiri sama orang-orang yang mungkin nggak paham sama apa yang akan gue katakan, apalagi mungkin pemikiran ini terlihat aneh.

Eh ndilalah kok ya gue menemukan beberapa postingan yang bernada "Jangan bilang teroris itu nggak beragama, mereka beragama. Stop being in denial." dan cukup banyak juga teman-teman yang merepost itu. Wih, ternyata banyak juga yang beranggapan sama. Gue jadi berpikir, berarti nggak aneh dong ya pemikiran gue ini.


Sebelum teror bom, kita flashback dulu ke beberapa waktu yang lalu meskipun mungkin ini agak berbeda kasusnya.

Waktu itu, ada sebuah film pendek yang digadang-gadang "menjelekkan citra Islam" karena menampilkan salah satu karakter yang secara visual tampak islami, tapi melarang ambulans untuk lewat karena sedang ada pengajian. Pada saat itu, ada cukup banyak kawan muslim gue di FB yang marah, si pembuat film dianggap melecehkan islam, penistaan agama, sementara gue bingung apanya yang mesti dijadikan masalah.

Buat gue, yang direpresentasikan dalam film itu hanya seorang individu, seorang individu yang masih kurang memahami ajaran Islam. Apalagi setelahnya diceritakan seorang pemuka agama setempat meluruskan sikap si karakter, dan si karakter menyadari kesalahannya. Selesai. Nggak ada lagi yang dijelek-jelekkan. Hanya terlihat ada seorang manusia--yang di sini digambarkan memeluk agama Islam--yang sadar dari kekhilafannya.

Lantas, kenapa ya orang-orang kaya kebakaran jenggot dan menuduh Islam dinistai karena film itu?

Kenapa sebegitu takutnya mengakui bahwa nggak semua pemeluk agama Islam itu baik?
Kenapa sebegitu sulitnya memahami bahwa mengakui ada segelintir pemeluk agama Islam yang tidak baik tidak berarti mengakui bahwa Islam itu tidak baik?

Sama seperti kasus bom kali ini.
Status pertama yang gue update soal bom adalah "Kalo pemahaman lo masih sebatas jihad = membunuhi orang2 yg berbeda keyakinan dengan lo, lebih baik introspeksi diri, tanya, ITU AJARAN SIAPA YANG LO IKUTIN? Berilmu sebelum beramal." yang lalu dibalas oleh seorang teman dengan "Apakah yakin pelaku itu motif jihad? karena teroris itu lintas agama. Klo semua teroris identik dengan islam, lu ya teroris kan agama lu islam wkwk"

Gue terdiam sih di sini.
Terdiam lantas facepalm.

Pertama, gue heran kenapa reply temen gue nggak nyambung sama apa yang gue tulis di status. Lha iya kan? Yang bilang semua teroris itu identik dengan Islam, siapa? Plus, gue di situ bicara pada semua orang yang punya pemahaman jihad = ngebunuhin non muslim, bukan hanya pada teroris-teroris. Emang ada yang punya pemahaman jihad = ngebunuhin non muslim tapi nggak jadi teroris, Ay? Ada. Tuh mereka-mereka yang teriak-teriak bunuh kafir bunuh kafir. Emang cuma teriak-teriak, tapi toh pemahaman mereka sama aja dengan orang-orang yang menganggap menyerang para non-muslim yang tengah beribadah dan defenseless = jihad.

Kedua, kenapa gue merasa teman gue ini defensif ya? Seolah-olah gue sedang menyerang Islam, padahal yang sedang gue serang adalah pemeluknya. Itupun nggak semua pemeluk, melainkan mereka-mereka yang punya pemikiran seperti yang gue sebut di status.

Get it?
Buat gue, dan selalu begitu,
menyerang, atau mengkritisi, pemeluk agama TIDAK SAMA dengan menyerang agamanya.
Karena apa? Karena seperti yang sudah banyak didengungkan oleh orang-orang, agama gue ini sempurna, pemeluknya yang nggak sempurna.

Kualitas seseorang tidak ditentukan dari agama apa yang dia anut, tapi dari seberapa baik pemahamannya terhadap ajaran-ajaran agamanya dan bagaimana ia menerapkannya dalam dirinya dan kehidupan sehari-hari. Ampe bosen gue ngomong gini.

Beragama Islam--dalam hal ini, atau beragama saja pada umumnya--tidak lantas menjadikan lo autobaik, autoberiman. Sama kaya masuk sekolah unggulan tidak lantas menjadikan lo autolulusujian. Tapi ketika lo nggak lulus ujian, apa temen-temen lo akan serta merta bilang "Dia bukan murid sini!"? Kagak, kan? Kalo lo terdaftar di sekolah itu, mengikuti proses belajar mengajar di situ, ya lo tetep murid situ lah, mau lo lulus ujian atau kagak nantinya.

Sama seperti para teroris ini.
Kalo mereka syahadat, mereka shalat, mereka baca Al Quran, masa kita mau bilang mereka bukan Islam? Bukan muslim?
Nggak dong ya. 
Mereka Islam, mereka muslim.

TAPI KAN ISLAM YANG SEBENARNYA NGGAK KAYA GITU.
Iye, nggak usah pake emosi ngebela Islamnya. Yang selow aja dan ingat ini baik-baik: gue mengakui mereka muslim bukan berarti gue mengakui kebenaran paham atau 'ajaran' yang mereka anut. Itu dua hal yang berbeda. Sama kaya ketika kakak kandung lo nyolong ayam di pasar, misalnya, terus ada orang yang nanya "Eh, itu kakak lo ya?" lo tetep akan jawab "Iya." kan? Tapi kan nggak berarti lo mendukung atau membenarkan apa yang kakak lo lakukan, kan? Karena emang itu dua hal yang berbeda. Tapi kita harus berhenti berpura-pura menganggap radikalisme dalam Islam itu tidak ada, dan berhenti menganggap semua yang menerapkan ajaran yang tidak sesuai dengan yang kita kenal dan yakini sebagai "bukan Islam", kalau faktanya mereka masih meneriakkan takbir dan menjalankan shalat.

Orang-orang ini jelas nggak bisa dijadikan representasi global pemeluk Islam, meskipun mungkin jumlah mereka ada lima juta jiwa, misalnya. Karena apa? Karena pemeluk Islam jumlahnya ada puluhan, bahkan ratusan juta. Jadi, nggak usah takut Islam dipandang sebagai agama teroris ketika kita mengakui beberapa tindakan terorisme yang terjadi memang dilakukan oleh mujahid-mujahid kita. Itu fakta. Fakta yang nggak mengenakkan, tapi tetap itu fakta.

Sama seperti kita harus mengakui keberadaan gerakan-gerakan radikal dan kaum-kaum esktrimist dalam Islam. Mereka ada dan mereka nyata. Nggak ada gunanya menyangkal dengan bilang mereka bukan Islam, karena tujuan mereka mendirikan negara Islam kok di Indonesia, atau mewujudkan pemerintahan yang sesuai dengan syariat Islam. Tapi kita semua tau, cara mereka nggak sesuai dengan apa yang diatur dan dianjurkan oleh Al Quran, dan kita nggak membenarkan itu. Betul?

Jadi ya sudah, berhenti 'cuci tangan'. Akui dengan lapang dada, bahwa dalam agama Islam yang sempurna ini, pemeluknya tetap tidak sempurna. Namanya juga manusia, tempatnya khilaf dan salah. Mengakui ada sekelompok orang yang menginterpretasikan dan mempraktekkan ajaran Islam dengan keliru tidak lantas akan membuat agama Islam jadi keliru dan buruk, kok. Agamanya tetap akan sempurna, tetap akan baik.

Justru dengan mengakui itu, kita jadi bisa membantu meluruskan yang keliru-keliru itu, kita bisa ikut serta dalam deradikalisasi, bisa ikut serta mengurangi teror bom blabliblu yang disebabkan oleh paham yang keliru.

Menerima kelemahan suatu sistem kadang memang berat. Mengakui ada bagian buruk dari sesuatu yang kita yakin seharusnya baik apalagi, tapi kalau kita bisa mengakui para koruptor sebagai muslim yang tidak baik, harusnya kita juga bisa mengakui para teroris ini sebagai muslim yang, tentunya juga, tidak baik.

No comments:

Post a Comment