Tuesday, 28 February 2017

DDS Wedding Operation Mission 3: The Hunting Continues

Gini nih.
Cita-cita pada awalnya: mau bikin wedding vlog, yang isinya mulai dari ngobrol dua keluarga sampe endingnya nanti pas Hari-H.

Realisasinya, ngupdate blog soal progress aja jarang-jarang.

Namanya juga cita-cita.
Wkwkwkwk.
Au ah. Lalalala... :9
Oke, ini udah... (cek tanggalan) Kurleb 5 bulan sebelum Hari-H.

...

LIMA BULAN LAGI?!
OMG.

Ngomong-ngomong, gue baru aja sampe rumah jam sebelas malem setelah meeting sana-sini (lebih tepatnya makan sana sini) sama vendor. Lelah, tapi membahagiakan sekaleh, karena meeting-meeting tadi nggak sia-sia. Well, at least gue kenyang. *Enggak ya, Ay.*

Sampe saat ini, gue dan Pillow dengan didampingi oleh Mas Harry sang WO tercintah sudah berhasil menggoalkan beberapa vendor.

Friday, 24 February 2017

Living Life to the Fullest

Sebenar-benarnya nasehat emak tentang kehidupan adalah larangan beliau untuk menjudge orang, terutama yang tidak kita kenal secara baik.

Karena sesungguhnya yang berhak menjudge hanyalah hakim.

...
Enggak. ;_____;

Salah satu bagian tidak menyenangkan dari menjadi dewasa adalah ketika otak lo corrupted by pikiran-pikiran rumit yang kadang negatif tentang orang lain. Waktu kecil, kayanya kita nggak pernah overanalyzing lawan main kita. Yang kita analisa cuma ke mana kira-kira dia akan bergerak kalo lagi main galasin, atau seberapa tinggi kita harus melompat waktu lagi main karet.

Intinya, pikiran kita sewaktu kecil jauh tidak lebih kompleks dari kita yang sekarang ini.

Sepertinya, gue ini termasuk orang dewasa yang lurus-lurus aja pikirannya. Dalam arti, gue menganggap semua orang di dunia ini baik. Efek negatifnya, gue sering kecewa dan shock sendiri ketika menemukan fakta bahwa orang-orang yang gue anggap "baik" ini ternyata tidak sebaik yang gue pikirkan.

Dalam beberapa bulan terakhir, misalnya, gue kehilangan sosok "baik" beberapa orang. Mengecewakan, pastinya, karena selama ini gue memandang mereka sebagai orang-orang yang gue hormati, gue jadikan panutan dalam beberapa aspek. Muncullah pertanyaan "Kok tega ya?" di dalam benak gue.

Dan baru malam ini gue teringat nasehat pamungkas nyokap, "Jangan menjudge orang lain, terutama di lingkungan baru." Ini membukakan mata gue, dan membuat gue bertanya pada diri sendiri.

Memang seberapa baik gue mengenal mereka sampe gue bisa membuat judgement tentang mereka?

Orang yang kita temui tiap hari belum tentu lebih mengenal kita dibanding orang yang cuma sesekali menemui kita. Dekat dengan seseorang selama periode tertentu belum berarti kita bisa menilai mereka lebih baik dibanding orang lain yang lebih sebentar mengenal mereka. Selama ini, apa kita yakin kita betul-betul mengenal dan memahami orang-orang yang kita akui dekat dengan kita? Siapa yang bisa menjamin kalau apa yang ada di kepala kita benar-benar mereka, dan bukan bayangan yang kita bentuk berdasarkan persepsi yang kita miliki terhadap mereka?

Big question: ketika seseorang berubah, bagaimana lo bisa yakin kalau mereka "tidak lagi seperti dulu", dan bukannya "kembali seperti dulu"?

Bingung?
Wkwkwkwk.

Intinya, gue ngerasa gue nggak pantes ngejudge, karena gue nggak yakin gue bener-bener mengenal mereka yang sudah "mengecewakan" gue. Selalu ada dua sisi mata uang, kan? Dari sisi kita, mungkin yang kita lihat angka, dari sisi mereka, yang mereka lihat gambar. Dua-duanya sama-sama bagian dari uang. Tergantung gimana cara kita ngeliat aja.

 Susahnya di sini.

Selayaknya manusia normal, pasti ada keinginan untuk defense dan point out kesalahan orang lain. Inilah yang masih gue coba untuk lawan. Sulit. Banget. Tapi kalo udah mentok, satu-satunya cara ya tinggal dikembalikan ke Allah SWT. Dia Maha Tahu. Kalo otak udah nggak nyampe mikirnya, ya balikin aja ke Sang Pencipta.

Again, ini easier said than done. Tapi setidaknya gue sudah menemukan cara untuk melawan pikiran-pikiran negatif yang selama ini berenang-renang dalam otak gue.

Semoga bisa segera hilang...

Love Captured on Screen





Really can not wait to see them capturing my happy days.:)

To Be or Not to Be

Kalo Shakespeare tau quote masterpiecenya dikutip sama cewek labil akhir dua puluhan yang lagi galau, mungkin beliau bisa bangkit dari kubur.

But yeah,
Lately,
Gue ngerasa sangat labil dan emosional. Dibilang senggol bacok sih ya enggak juga, lebih ke senggol mewek. Mungkin ada hubungannya sama lagi dapet, tapi rasa-rasanya gue gampang banget keluar air mata cuma gara-gara hal simpel.

Apa ini yang mereka bilang sebagai galau sebelum nikah?

Btw, dari segi persiapan pernikahan, sampai saat ini semua masih berjalan lancar-lancar aja tanpa ada hambatan yang berarti. Alhamdulillah.

Nah, kalo dari segi yang bukan persiapan pernikahan, baru deh bikin deg-degan. Mendadak, karena dimulainya proyekan baru yang insyaAllah akan gue tekuni selama beberapa bulan ke depan, schedule meeting sama vendor jadi harus dijadwalkan secermat mungkin, nggak bisa lagi sakapenake dhewe. Plus, karena baru aja berjalan, belum ada timeline yang pasti, meskipun udah ada gambaran timeline. Jadi, sampai ketemu formula yang oke dalam seminggu harus nyediain berapa hari untuk bekerja, gue masih akan bereksperimen dengan schedule meeting vendor - meeting kerjaan dan latihan.

Oye.

Yang bikin was-was, dari 75 episode yang direncanakan, sampai bulan Juni seminggu sebelum lebaran baru akan tercover 60 episode saja. Meaning, masih ada 15 episode yang harus dikerjakan pasca lebaran. Which means kagak mungkin gue bisa ikutan lagi. T___________T Soalnya, kalo ngikutin kepengenan sih, maunya dari satu bulan sebelum hari-H gue udah lepasin semua kerjaan, biar bisa fokus ke persiapan. Bismillah, mudah-mudahan keburu.

Sampe mana tadi?

Oh, iya, soal emosional.

Itu parah sih

Pokoknya, berasa salah satu kata aja seharian mood gue bisa berubah-ubah. Plus, rasa-rasanya kok susah banget ngebuang pikiran-pikiran negatif dari otak gue. Hmmmm... Kudu banyak-banyak berdoa sama Allah SWT biar dikuatkan dan dikembalikan ke jalan yang benar pikirannya.

Somehow, rasanya nggak tenang.
Entah kenapa.

Mungkin gue butuh menjauh dari keramaian. Padahal masih kurang jauh dari keramaian macam apa lah hidup yang sedang gue jalani ini. wkwkwk. Atau justru sebaliknya? Gue harus sering-sering keluar dan bertemu dengan orang.

Hmm... Entahlah. >_<"

Tuesday, 21 February 2017

Tired. Still.

I'm so full that I can not even play offline dinos game. I need to get out of this state. I need to intoxicate myself.

Tired

I think these past few months I already shed more tears than I've ever shed in two years.

It's confusing and exhausting. Once again I became a pain in the ass. This is truly exhausting.

I don't know what to do and don't.
I can not control myself.
I let negativity consume me.

I'm tired.
I want my mind to be at peace.
I'm too full.

Thursday, 16 February 2017

DDS Wedding Operation Mission 2: Hunting Kain

Thanks to Pilkada, gue dan Pillow bisa muter-muter Mayestik untuk cari segala macam kebutuhan kekainan yang diperlukan untuk resepsi. Secara kami mau bikin baju resepsi sendiri (gaya).

Sebelum ke Mayestik, pagi-pagi kami ke rumah Pak Widodo dulu. Beliau ini adalah penjahit beskap yang namanya gue kenal dari blogwalking, dan review yang beliau dapet selalu oke. Again, review tidak berbohong. Waktu gue dan Pillow konsultasi sama Pak Widodo, keliatan banget beliau emang udah experienced dan expert.

Setelah tanya-tanya ke Pak Widodo kemana kami harus beli kain, Pak Widodo menyebutkan beberapa toko yang ada di Tanah Abang maupun Mayestik. Berangkatlah gue dan Pillow ke Tanah Abang.

Tutup, sodara-sodara.

Wkwkwkwk.

Ya emang, jadwalnya Pilkada sih.

Kami ubah plan ke Thamrin City, sekalian lewat. Begitu masuk ke area lobby, orang-orang masih pada ngantri di luar nungguin mallnya buka. Ahey, firasat buruk. Beneran dong, pas mau parkir, bahkan pintu masuk ke parkirannya masih dipalang.

Last resort, Mayestik!

Harharcem, kami mengarah ke Mayestik. Alhamdulillah, buka. Kami langsung kelilingan nyari kain yang dibutuhkan.

Kalo ngeliat kebutuhan gaun gue dan beskap Pillow, kami harus beli:
1. Gue: kain brokat kebaya, kain untuk dress dan bustier, kain untuk luaran, kain batik untuk bawahan.
2. Pillow: kain untuk beskap, kain batik untuk bawahan.
3. Kain untuk bridesmaids.

Daaaan... Setelah muter-muter Mayestik selama empat jam, kami dapet semua, Sodara-sodara. Ohohoho. (ketawa ala saudara tiri Cinderella)

Pillow bahagia banget nemu kain motif champagne gold.
Bahan pertama yang kami cari adalah bahan beskap Pillow, dan kami nemu bahan yang cocok di toko Keren Textile.

I personally happy for Pillow. Soalnya, dia bilang sebenernya dia nggak pede pake gold. Waktu nyari referensi warna gold yang dimau aja susah bener, sebelum akhirnya diselamatkan sama beskap Pakde Jokowi yang dipakai waktu siraman Gibran.

Alhamdulillah, begitu nemu kain ini, Pillow langsung naksir. Nama kainnya jacquard (pas pertama kali Pak Widodo nyebut nama ni kain, gue kira Jaguar. Itu bukannya brand mobil?), bahannya tebel, agak mirip bahan obi, tapi lebih nggak kaku sih. Kain ini juga yang nantinya akan jadi bahan ekor gue, supaya gaun kebaya gue keliatan sepasang sama beskapnya Pillow. Lalalalala~

Nemu bahan beskap, next hunting item adalah bahan batik, buat bawahan gue dan Pillow. Kami masuk ke toko Budhe, yang bersebelahan sama toko Keren. Kain pertama yang dikeluarin sama Mbak-Mbak karyawannya, gue dan Pillow langsung naksir. Kami sempet liat-liat kain batik lainnya, tapi ujung-ujungnya kembali ke pilihan pertama. Harganya mahal sih, hiks. Tapi bagus jadi ya udahlah. Btw, toko Budhe ini tempatnya enak banget. Adem, suasana dan wanginya jawa gitu, plus ada mushallanya di lantai 2 yang enak banget buat shalat.

Sunday, 5 February 2017

DDs Wedding Operation Mission 1: Wedding Organizer

Thanks to nikahan Angga & Mei dan Mas Putra & Kak Raras, serta info dari Pillow Kesayangan soal website yang cucok buat nyari-nyari semua info soal wedding, dalam waktu yang (bisa dibilang) singkat gue berhasil membidik semua vendor yang gue butuhkan untuk persiapan pernikahan kami nanti.

Iye, baru ngebidik doang, booking mah belum. :9

Di awal-awal, gue ngebidik vendor murni dari internet. Bismillah aja gitu bikin account di weddingku sama BrideStory, terus nyari vendor yang biayanya cocok sama budget tapi reviewnya dari user rata-rata oke. Hasilnya, ketika gue kroscek ke Mei yang juga anak WO, ternyata informasi dan review yang gue dapet dari website-website itu cukup akurat.

Bahagia.

Setelah bikin detail budgeting dan konsultasi sama Pillow, akhirnya kami mulai menemui vendor-vendor yang ada dalam list. Yang pertama, dan krusial karena gue (dan mamak) anaknya nggak mau repot, adalah Wedding Organizer. Gue dan Pillow udah ngobrol sama dua vendor WO (dan hanya berencana ngecek 1 lagi buat komparasi), sebut aja WO A dan WO B.

Yang pertama kali gue dan Pillow temui adalah WO A, which leaved deep impression on me and Pillow. By the end of our discussion that night, both of us had already grown very fond of the WO's representative. Mas ini, sepenglihatan kami berdua, bekerja pake hati. Buat dia, membantu capeng nikah itu bukan cuma sekedar bisnis, tapi juga salah satu sumber kebahagiaan. Orangnya asyik dan sangat informatif, terlihat berpengalaman dan professional. Begitu dia pergi dari tempat janjian, Pillow langsung ngomong "Bisa nggak kita pake dia aja?". Indeed, he's that good.

Setelah ketemu representatif WO A, besoknya kami ketemu dengan representatif WO B. Secara kami udah ngejadiin WO A sebagai benchmark, maka kami datang ke kantor WO B dengan ekspektasi yang cukup tinggi. Hasilnya, tidak mengecewakan, tapi juga tidak terlalu berhasil membuat kami berpaling dari WO A. Representatif WO B ini orangnya juga asyik, dia terlihat efisien, jauh lebih berpengalaman dan lebih professional dari WO A. Nilai plusnya lagi, WO B udah ngasih penawaran paket yang harganya cukup menggiurkan buat gue, apalagi kami juga sempet test food dan makanannya kami nilai decent (maap, anaknya lemah sama makanan :9) untuk standar kami.

But on our way home, gue dan Pillow sama-sama setuju kalo kami tetep lebih milih WO A. Alasan gue pribadi sederhana: ketika gue ketemu sama si Mas rep. WO A, gue ngerasa nyaman dan bahagia. Itu nggak gue temuin ketika gue ketemu rep. WO B.

Itu mungkin hal kecil dan terlihat sepele, tapi buat gue, ini penting buat psikologis gue dan Pillow, karena kedepannya kami mungkin akan dibuat stress dengan segala macam persiapan pernikahan ini. Di saat-saat seperti itu, gue ngerasa akan lebih baik menggantungkan nasib pada WO yang memikirkan mood dan kebahagiaan capeng, dibanding yang cuma sekedar memastikan semuanya beres.

For us, pada saat Mas rep. WO A menunjukkan ketulusan dan concernnya pada kebutuhan kami, saat itu juga the deal is sealed.


Dan menurut gue, WO yang layak menangani para calon pengantin dalam mempersiapkan hari istimewa mereka adalah WO yang seperti ini.

Saturday, 4 February 2017

Pillow & Princess Tale: Getting Married

When me and Pillow agreed to start this journey, both of us know what we want and where we are heading to. But to experience it myself, like... for real... it still feels like a dream.

Long story short, after knowing him for roughly 1 year and being in relationship with him for half a year, me and Pillow--with our parents' blessing--are getting married.

Bismillah.

Gue lupa kapan pastinya kami berdua sepakat buat lanjut ke jenjang yang lebih tinggi (macam pendidikan). It happened so naturally. Tau-tau kami udah memutuskan bulan apa kira-kira kami akan menikah. Ahahaha.

Proses mengenalkan gue ke keluarga Pillow dan vice versa terasa mudah. Alhamdulillah rasa-rasanya kedua keluarga kami juga get along rather well. In this short period of time, Pillow dan gue udah ketemu sama hampir semua keluarga besar masing-masing. Ya gimana enggak, bulan ketiga setelah pacaran, adeknya Pillow nikahan dan gue harus ngamong di situ. Euh. Feel me, you. Wkwkwk.

So, setelah menyaksikan adek Pillow dan istrinya ngurusin nikahan mereka akhir tahun lalu, dilanjutkan dengan kakak Pillow dan istrinya yang juga baru aja selesai ngurusin nikahan mereka awal tahun ini, kali ini giliran gue dan Pillow yang harus ngurusin nikahan kami.

Mudah-mudahan kami dimudahkan Allah SWT sampai semua rangkaian acara selesai dilaksanakan.